Selasa, 24 Oktober 2017

Thaniya Road, Salah Satu Kawasan Prostitusi di Kota Bangkok

Bangkok, Thailand 4 Februari 2017
Pukul 10.05 malam waktu Bangkok, angin yang kering berhembus di tengah kota, membuat warna-warni lampu seakan berkelip seperti cahaya lilin yang bertiup di depan mata. Aku menarik koper di sebelahku, menyeretnya dengan sedikit kepayahan. Aku mencoba berjalan sejajar dengan Teh Maria yang berjalan sangat cepat
“Ayo,” katanya “Aku bawa Novi ke restoran seafood terenak di kota Bangkok, mudah-mudahan masih buka."
“Teh Mar,” kataku terengah.”Teh Mar udah kebiasaan jalan sama orang Jepang ya, susah nyusulnya. Aku biasa jalan di Cianjur santai Teh Mar.” Aku terakhir meneguk minuman di bandara Soekarno Hatta sebelum check in,dan sebagai bagian resiko menaiki budget airline ,yang air putih saja harus beli, selama dua jam in-flight, lalu mendarat di bandara Don Mueang dan naik bus serta BTS sendiri untuk menemui Teh Maria yang telah menungguku, aku merasa energiku sudah cukup banyak terkuras. Bukan berarti aku ga punya uang sama sekali buat beli air minum sih. Cuman pikiranku lebih terfokus bagaimana bisa selamat sendirian memakai transportasi di negeri asing yang belum pernah aku coba sebelumnya.
Seketika itu Teh Maria berbalik sambil menahan tawa. “Maaf Novi…” dia lalu melambatkan ritme berjalannya.
Teh Maria dan aku rupanya harus kecewa, karena restoran yang dituju sudah tutup. Kita kemudian berjalan balik ke arah hotel. Jalan menuju ke hotel di daerah Silom, kita harus melewati sebuah jalan lurus dan panjang sejauh kurang lebih 500meter. Sambil jalan Teh Maria menjelaskan bahwa jalan yang sedang dilewati ini namanya Thaniya Road.
Sekilas jalan itu terlihat biasa dengan pertokoan yang berjajar di sepanjang jalannya. Lampu-lampu toko dan papan-papan billboard yang bergelantungan di antara toko-toko itu menawarkan semarak kota Bangkok pada malam hari. Ada sebuah gerobak minuman terparkir di depan salah satu toko yang menawarkan service massage. Aku dan Teh Maria menghampiri gerobak minuman itu lalu memesan minuman mangga yang kupikir terlalu banyak esnya sehingga terasa dingin sekali di tenggorokan. Kami berdua duduk di kursi kecil yang tersedia di depan gerobak penjual minuman itu.
“Vi,” bisik Teh Maria sambil menyentuh bahuku, “Coba deh kamu liat itu, mereka cewek-cewek yang berkumpul itu.”
Aku melihat ke sekeliling dan baru tersadar di sepanjang jalan banyak gadis-gadis yang berkelompok kelompok duduk di kursi. Setiap kelompok bisa terdiri dari 10-20 gadis, dan di tiap kelompok ,gadis-gadis itu memakai seragam yang sama sesuai kelompoknya. Gadis-gadis itu rata-rata memakai dress dengan rok sempit yang memperlihatkan paha, bersepatu hak tinggi, dengan dandanan glamour, tapi menurutku tidak terlihat kampungan. Di antara kelo mpok itu, ada yang seragamnya seperti baju cewek sailor berwarna biru tua, ada yang seragamnya berwarna peach dll. Mereka terlihat asyik mengobrol satu sama lain. Di tiap kelo mpok, aku melihat ada ibu-ibu/bapak-bapak yang kata Teh Maria itu mucikarinya, yang memakai seragam yang berwarna sama dengan kelompoknya.
“Mereka itu lagi jualan,vi..” bisik Teh Maria lagi. Tanpa harus menyahut aku mengerti apa yang dimaksudnya. Ternyata memang bisa bebas gini ya, tempat prostitusi di kota Bangkok. Dan orang yang lewat di sepanjang jalan itu bukan hanya kita berdua, tapi banyak warga Bangkok lain yang berlalu lalang dan seperti telah terbiasa dengan “keadaan” Tania Road yang seperti itu. Diantara mereka bahkan ada keluarga yang membawa anak kecil. Salah satunya anak perempuan berumur 5 tahuan yang membeli minuman di gerobak minum yang kita berdua lagi tongkrongin.
“Eh,” kata Teh Maria, kelihatan terkejut melihat anak perempuan itu. kupikir dia ga bakal terkejut. “Anak kecil kok dibawa ke sini sih.”
Aku tertawa kecil. “Mungkin mereka sudah biasa.”
“Yah, tetep aja,” katanya jengkel. “Keterlaluan.”
Setelah itu kita kembali ke hotel untuk beristirahat. Banyak tempat yang harus dikunjungi besoknya.
Notes:Aku sengaja tidak memoto gadis-gadis itu. Kalau foto mereka secara sembunyi dan ke “gap” nanti aku takut dikeroyok masal buuu
Job fill your pocket, Adventures fill your soul
A Diary Of A Solo Traveller

0 komentar:

Posting Komentar