Prolog: Sebuah
‘A’
Kamar K, 09.35 malam
7 Januari 2009
Dicopy paste dengan sedikit
editan di sana sini pada 22:11 malam
Kamar depan, 27 Jan 2013
Aku hanya tak
bisa mencairkan seluruh energiku pada segala. Perasaan yang terbendung dan
termampatkan dalam kubangan air mata di kantung mataku, atau gelak tawa yang
tak kulepaskan pada dunia. Karena aku bukan orang yang pandai berkoar dengan
bibir. Aku adalah ketenangan di rindang sana. Bisikan halus angin yang membelai
dedaunan di sore hari. Aku bukan nuri yang berkicau memerdukan udara, tapi
gemericik air yang mengalir memahkotai bebatuan. Aku adalah jingga lembayung,
bukan kemuning siang.
Karena itu
aku memilih untuk meluncurkan seluruh kata-kataku dalam tulisan. Ribuan frasa
yang apabila tak kukeluarkan akan membuatku gila. Ide-ide liar yang berdesakan
dalam kepalaku, benakku, jiwaku, atau bahkan denyut nadiku.
Inilah
kesejatian pengungkapan.
Inilah nafas
itu. Hidup itu sendiri.
Inilah
pilihan mutlakku.
Untuk
membekukan setiap momen-momen hidupku dalam kata-kata. Merangkainya dalam
frasa. Menghiasinya dalam metafor dan kelindanan makna. Bukankah tulisan
merupakan bukti bahwa aku pernah ada? Bahwa aku pernah berputar dalam roda
waktu, menyusuri musim dan berbagi cahaya dengan udara? Bahwa aku adalah
manusia yang pernah menapak tilas dalam debu di bumi ini?
Sekian lama…
sudah…
Aku kembali
mengakrabi ini. Aku kembali mengguratkan jejak-jejak kehidupanku. Aku kembali
berkelekar dengan sahabatku yang paling setia, pena dan kertas. Aku selalu
rindu, akan selalu rindu pada yang satu ini. Ketika aku tak paham tentang
kehidupan, ketika aku tak mengerti tentang takdir itu sendiri. Ketika aku mumet
dengan pertanyaan-pertanyaan yang bercokol dalam dadaku, aku akan selalu rindu
untuk menggelarkan paras-parasnya menjadi frasa-frasa, lalu kugabungkan satu
per satu menjadi sebuah keutuhan paragraf, kemudian kubiarkan paragraf itu
beranak-pinak hingga pada akhirnya membentuk penjabaran sebuah tema secara
holistik dan komprehensif.
Aku tak
pernah habis memikirkan tentang hidup ini. Ketika kesemuanya jadi sesuatu yang
rumit sekaligus sederhana, aneh atau pun biasa, penuh rahasia atau pun
telanjang.
Lalu inilah sebuah media kehidupan
tempat aku mempertanyakan semuanya, mengajukan pendapat atau sanggahan terhadap
hal-hal yang kuamini atau pun tak kusetujui dalam fenomena hidup yang kudapat
dalam keseharianku. Inilah caraku mengasingkan diri dari dunia, atau pun
mendekatkan diri pada lengan-lengan takdirnya.
0 komentar:
Posting Komentar